Ibu-Janin Terancam Bahaya
Plasenta Lepas di Dalam Kandungan
MENDEKATI masa-masa persalinan, ada kekhawatiran di benak ibu hamil. Terutama, bila dokter menemukan komplikasi persalinan. Bila tak segera ditangani, hambatan saat melahirkan si mungil akan mengancam nyawa ibu dan bayi.
Salah satu faktor penyulit (komplikasi) persalinan adalah solusio plasenta. Pada kondisi tersebut, terjadi perdarahan akibat plasenta lepas dari tempatnya sebelum bayi dilahirkan. Risiko itu terjadi pada kehamilan usia lebih dari 20 minggu (masuk trimester ketiga).
Menurut dr Hendra Surya Ratsmawan DS SpOG, ada beberapa gejala solusio plasenta. Pertama, nyeri perut disertai rahim yang tegang. Berikutnya, terjadi perdarahan melalui *piip*. Darah yang keluar sedikit dan bewarna kehitaman. ''Darah tak bisa langsung keluar banyak karena terjebak di antara dinding rahim dan plasenta (ari-ari),'' paparnya. Hal itulah yang membedakan solusio plasenta dan plasenta previa (letak plasenta tidak pada tempatnya, bisa menutup penuh atau sebagian jalan lahir). Pada plasenta previa, darah yang keluar melalui *piip* justru banyak.
Tak hanya itu. Solusio plasenta membuat rahim ibu tak bisa berkontraksi dengan baik. ''Keduanya (solusio plasenta dan plasenta previa) rawan membuat ibu shock bila tak segera mendapat penanganan,'' lanjut spesialis kebidanan dan kandungan dari RSU Haji Surabaya itu.
Bila tetap tak tertangani, shock akan berlanjut pada kerusakan organ vital. Seperti, liver, ginjal, hingga otak. ''Bila kondisinya sudah sangat parah, bisa berlanjut pada kematian,'' jelasnya.
Solusio plasenta tentu berdampak pada bayi dalam kandungan. Pertama, muncul gawat janin. Dalam hal ini, sangat mungkin janin mati dalam kandungan atau sesaat setelah dilahirkan. Alumnus FK Unair itu mengatakan, angka kematian bayi adalah 20-40 persen. Hal itu bergantung pada luas dan banyaknya perdarahan akibat plasenta yang terlepas. ''Angka kematiannya tinggi karena bayi tak mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup selama dalam kandungan,'' kata Hendra. Dampak lain, bayi bisa lahir prematur serta ada penurunan tekanan darah serta hemoglobin. ''Bayi juga riskan menderita kerusakan otak,'' tambahnya.
Hendra menegaskan, rutin periksa kehamilan bisa memperkecil risiko itu. Terutama, bagi ibu hamil tergolong risiko tinggi mengalami solusio plasenta. Di antaranya, ibu dengan riwayat tekanan darah tinggi. ''Berdasar penelitian, 40 persen penderita solusio plasenta ada riwayat hipertensi,'' paparnya. Berikutnya, ibu hamil yang mengalami trauma kehamilan. Antara lain, kecelakaan, jatuh, atau kekerasan dalam rumah tangga. ''Ketuban pecah prematur juga berisiko tinggi solusio plasenta,'' lanjut Hendra. Yang tak mengenakkan, solusio plasenta bisa terulang pada kehamilan berikutnya. Bila kehamilan pertama mengalami solusio plasenta, sekitar 10 persen kejadian yang sama akan terulang pada kehamilan berikutnya. Ibu dan keluarga perlu lebih waspada.
Penanganannya, ungkap Hendra, ada dua. Konservatif atau aktif. ''Terapi bergantung kondisi ibu dan bayi yang ada di kandungan,'' katanya. Konservatif, maksudnya, dokter kandungan mempertahankan janin hingga siap dilahirkan. ''Ibu harus masuk rumah sakit,'' ujarnya. Jika perdarahan sedikit dan tak bertambah, mungkin hanya membutuhkan perawatan beberapa hari. Lain halnya bila perdarahan luas dan banyak. Mungkin si ibu harus bed rest total.
Terapi aktif ditempuh bila bayi siap dilahirkan. Atau, muncul tanda distres (gangguan) pada bayi dan ibunya.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan Tuliskan Komentar Anda ^^